Diceritakan pertapaan Pringgodani merupakan wilayah kekuasaan Prabu Brawijaya V (Raja Majapahit yang terakhir) pada masa pelariannya dari Kerajaan Majapahit. Daerah tersebut kemudian diserahkan kepada adiknya yang bernama Koconegoro sebagai ungkapan terima kasih atas pengorbanannya terhadap Kerajaan Majapahit. Sejak Majapahit runtuh, Prabu Brawijaya V melarikan diri ke Gunung Lawu sampai meninggal dengan muksa (jiwa dan raganya masuk dalam alam gaib) selama 7 tahun. Setelah itu kadang-kadang Prabu Brawijaya V menampakkan diri di sekitar Sendang Wali sampai Hargo Dumilah.
Menurut masyarakat setempat “Pringgodani” merupakan gabungan dari kata-kata: Pring, Nggon, dan Ndani. Pring (Bahasa Indonesia = bambu) karena pring atau bambu adalah benda yang bisa dibuat apa saja, seperti manusia yang bisa berbuat apa saja; sedangkan kata nggon adalah bahasa Jawa yang artinya tempat, dan ndani adalah singkatan dari kata Jawa ndandani, yang berarti memperbaiki. Jadi, pringgodani adalah tempat bagi manusia untuk memperbaiki diri. Sedangkan nama Koconegoro atau sering juga disebut Eyang Panembahan Koconegoro hanyalah mitos. Sebab nama tersebut hanyalah sebuah perumpamaan, yakni: eyang artinya yang dituakan(yang tua), panembahan berarti tempat, koco berarti cermin, dan negoro artinya diri kita. Jadi, dapat diartikan sebagai tempat yang dituakan (dikeramatkan) dan bermanfaat untuk bercermin (memperbaiki) diri kita.
Mengenai pamuksan (menghilang)nya Prabu Brawijaya V ini ada keterangan lain bahwa pada pintu masuk Sanggar Pamelengan tertulis Dwi Jalmo Ngesti Sawiji. Tulisan tersebut dapat diartikan sebagai dua sosok manusia menyembah kepada yang satu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Namun sumber lain menjelaskan bahwa kata tersebut merupakan sengkalan angka tahun, yaitu dwi berarti 2 (dua), jalmo artinya 2 (dua), ngesti sama dengan 8 (delapan), dan sawiji artinya 1 (satu).Angka itu kalau dirangkai adalah 2281, dan karena sengkalan angka tahun maka cara membacanya harus dibalik yaitu 1822. Maksudnya pada tahun 1822 M itulah tempat ini dijadikan sebagai tempat moksa Prabu Brawijaya V.
Menurut cerita masyarakat, Pertapaan Pringgodani mempunyai kaitan dengan cerita Prabu Boko dari kerajaan Kaling. Dahulu ada seorang raja yang bernama Prabu Boko yang mempunyai kebiasaan memakan manusia. Karena kegemaran yang tidak wajar itu, maka penduduk di sekitar Pertapaan Pringgodani (Kalurahan Blumbang dan Pancot) habis dimangsanya. Tinggallah seorang yang bernama Mbok Rondho Dadapan, dengan putrinya yang masih berusia 7 bulan yaitu Harwati. Pada saat itu Prabu Boko juga hendak memangsa Harwati, namun Mbok Rondho Dadapan menolak dan minta waktu tujuh hari. Pada saat itulah seorang pertapa dari Pringgodani turun gunung. Sang pertapa bersedia menolong mbok Rondho dengan cara menjelma sebagai Harwati dan bersedia menjadi mangsa Prabu Boko. Ketika Prabu Boko datang dan hendak memangsa Harwati tiba-tiba tangan anak tersebut memegang kepala Prabu Boko dan dibantingkan pada batu gilang yang terdapat di Desa Pancot. Kepala Prabu Boko remuk, mata dan otaknya menjadi batu kapur di Gunung Gamping, taringnya menjadi tanaman bawang, gigi geraham menjadi brambang, dan tubuhnya menjadi palawija. Dengan tewasnya Prabu Boko, masyarakat Pancot dan Blumbang merasa aman, maka sang pertapa kembali ke pertapaannya di Pringgodani. Atau dalam cerita lain disebutkan
((“sebelum berdirinya Dusun Pancot di kaki Gunung Lawu yang dikeramatkan, bermukimlah seorang pertapa bernama Kiai Jenta. Pertapa inilah yang disebut-sebut sebagai "cikal-bakal" pendiri Dusun Pancot.
Semasa hidup Kiai Jenta, konon kedamaian masyarakat Dusun Pancot terusik oleh ulah seorang raja zalim bernama Prabu Baka. Selain menindas, merampok, dan menganiaya warga yang bermukim di lereng Gunung Lawu, Prabu Baka disebut-sebut memiliki kegemaran "makan daging manusia". Sampai suatu ketika, datanglah ksatria sakti Putut Tetuko dari pertapaan Pringgondani, ke rumah seorang janda Nyai Rondo Dhadhapan. Di rumahnya Desa Dhadhapan, Nyai Rondo terus-menerus menangis karena anaknya semata wayang akan dimangsa Sang Prabu Baka.
Singkat cerita, ksatria Putut Tetuko pun bersedia menggantikan anak Nyai Rondo Dhadhapan untuk menjadi santapan Prabu Baka. Namun, berkat kesaktian Putut Tetuko akhirnya ksatria Pringgondani itu berhasil menghabisi Prabu Baka dengan memancot atau memisahkan kepala dari tubuh tanpa senjata. Prabu Baka tewas setelah kepalanya dihempaskan di batu gilang yang kini menjadi lokasi upacara tradisi Mondosiyo.)) atau dalam cerita lain
Menurut cerita dari penduduk setempat, Pertapan Pringgodani merupakan tempat bertapa seseorang yang pernah mengalahkan Prabu Boko pada jaman kerajaan Kaling. Sedangkan menurut penganut aliran spiritual, Pringgodani adalah wilayah kekuasaan Prabu Brawijaya V (raja majapahit terakhir) yang diserahkan kepada Eyang Koconegoro, ditempat inilah Eyang Koconegoro bertapa dengan tongkat menancap di tanah mendekatkan diri kepada sang Maha Pencipta, memohon untuk dapat hidup abadi, konon tongkat tersebut kini telah tumbuh menjadi sebuah pohon yang disebut kayu lewung. Dalam bertapa, apa yang diinginkan oleh Eyang Koconegoro belum dipenuhi oleh Sang Pencipta dan sesuai petunjuk gurunya agar keinginannya dipenuhi maka beliau harus naik ke puncak Lawu dan kembali bersemedi disana.
Masyarakat juga mempercayai bahwa berbagai tempat yang dikeramatkan di lokasi tersebut lokasi yang sering dijadikan sebagai tempat ritual. Lokasi tersebut antara lain: Sanggar, Sendang Gedhang, Sendang Panguripan, Sendang Manten, Sendang Derajat, Goa Kebo Danu dan Sendang Wali. Masing-masing Sendang mempunyai daya mistik yang berbeda-beda. Banyak orang yang berasal dari berbagai macam daerah dan dari tingkat sosial yang berbeda, pernah laku ritual di Pertapaan Pringgodani ini juga mempunyai makna yang berbeda-beda. Hal ini sangat tergantung pada motif kedatangan dan tujuan para pengunjung, serta aliran kepercayaan yang diyakininya. Ada pengunjung yang motif kedatangan dan tujuannya untuk mencari ketenteraman batin, ada yang mencari ilmu gaib, dan ada juga yang datang untuk berobat
KAKANG KAWAH ADI ARI - ARI adalah bagian dari hidup kita yg selalu mendampingi dan menjaga jasad kita, mereka berada dekat dari kita meskipun tak bisa diliat oleh mata, namun menurut para ahli kebatinan saudara kita sangatlah berperan penting dalam kehidupan terutama untuk menunjang roses dlm pembentukan JIWA yg manunggal, karena merekalah yg menuntunkan sukma dan ruh kita kealam suwung atau alam kelanggengan. oleh sebab itu maka perlulah kita sebelum mempelajari ilmu kebatinan terlebih dahulu untuk mempelajari ilmu saudara kita atau dengan istilahnya ” NGOCO TANPO PENGILON” yaitu bercermin tanpa sebuah kaca, saudara kita ini terdiri dari; 1. KAKANG KAWAH yang disebut KAWAHIYAH, berada di TIMUR tempatnya, perwujudanya berupa AIR KETUBAN yang keluar terlebih dahulu dari kandungan, berwarna PUTIH. 2. ADI ARI-ARI yang juga disebut HARIYAH , berada di BARAT tempatnya, berupa ARI-ARI yang keluar setelah kita lahir, berwarna KUNING. 3. TALI...
Komentar
Posting Komentar