Bagi orang yang belajar kawruh Kejawen, tentu sudah tidak asing lagi dengan kata-kata Sastra Jendra Hayuningrat. Meskipun banyak yang sudah mendengar kata-kata tersebut, tetapi jarang ada yang mengetahui apa makna sebenarnya. Menurut Ronggo Warsito, sastra jendra hayuningrat adalah jalan atau cara untuk mencapai kesempurnaan hidup. Apabila semua orang di dunia ini melakukannya, maka bumi akan sejahtera.
Nama lain dari sastra jendra
hayuningrat adalah sastra cetha yang berarti sastra tanpa papan dan tanpa
tulis. Walaupun tanpa papan dan tulis, tetapi maknanya sangat terang dan bisa
digunakan sebagai serat paugeraning gesang.
Ada 7 macam tahapan bertapa yang
harus dilalui untuk mencapai hal itu.
1. Tapa Jasad: Tapa jasad
adalah mengendalikan atau menghentikan gerak tubuh dan gerak fisik. Lakunya
tidak dendam dan sakit hati. Semua yang terjadi pada diri kita diterima dengan
legowo dan tabah.
2. Tapa Budhi: Tapa Budhi
memiliki arti menghilangkan segala perbuatan diri yang hina, seperti halnya
tidak jujur kepada orang lain.
3. Tapa Hawa Nafsu: Tapa Hawa
Nafsu adalah mengendalikan nafsu atau sifat angkara murka yang muncul dari diri
pribadi kita. Lakunya adalah senantiasa sabar dan berusaha mensucikan
diri,mudah memberi maaf dan taat pada GUSTI ALLAH kang moho suci.
4. Tapa Cipta: Tapa Cipta
berarti Cipta/otak kita diam dan memperhatikan perasaan secara sungguh-sungguh
atau dalam bahasa Jawanya ngesti surasaning raos ati. Berusaha untuk menuju
heneng-meneng-khusyuk-tumakninah, sehingga tidak mudah diombang-ambingkan
siapapun dan selalu heningatau waspada agar senantiasa mampu memusatkan pikiran
pada GUSTI ALLAH semata.
5. Tapa Sukma: Dalam tahapan
ini kita terfokus pada ketenangan jiwa. Lakunya adalah ikhlas dan memperluas
rasa kedermawanan dengan senantiasa eling pada fakir miskin dan memberikan
sedekah secara ikhlas tanpa pamrih.
6. Tapa Cahya: Ini merupakan
tahapan tapa yang lebih dalam lagi. Prinsipnya tapa pada tataran ini adalah
senantiasa eling, awas dan waspada sehingga kita akan menjadi orang yang
waskitha (tahu apa yang bakal terjadi).
Tentu saja semua ilmu yang kita
dapatkan itu bukan dari diri kita pribadi, melainkan dari GUSTI ALLAH. Semua
ilmu tersebut merupakan ‘titipan’, sama dengan nyawa kita yang sewaktu-waktu
bisa diambil GUSTI ALLAH sebagai si EMPUNYA dari segalanya. Jadi tidak
seharusnya kita merasa sombong dengan ilmu yang sudah dititipkan GUSTI ALLAH
kepada kita.
Seperti telah banyak disinggung-singgung sebelumnya, bahwa di dunia ini GUSTI ALLAH menciptakannya secara berpasang-pasangan. Ada siang-ada malam, Ada baik-ada buruk, Ada besar-ada kecil. Demikian pula Gusti Allah menciptakan Kitab ajaran bagi manusia itu berpasangan. Ada Kitab secara agama, seperti Al Qur’an, Injil, Taurat, Zabur dan lain-lain yang disebut ‘kitab kering’. Selain itu, GUSTI ALLAH juga menciptakan kitab yang disebut ‘kitab teles (kitab basah)’. Apakah kitab basah itu? Kitab ‘basah’ itu adalah semua ciptaan GUSTI ALLAH di muka bumi ini.
Kitab ‘kering’ dan ‘basah’ itu sama-sama merupakan petunjuk dari GUSTI ALLAH pada semua umat manusia yang ada di dunia ini. Jadi, selain mengaji pada ‘kitab kering’, kita juga harus mengaji pada ‘kitab basah’. GUSTI ALLAH dalam sebuah surat di Al Qur’an berfirman yang kurang lebihnya berbunyi “Berjalan-jalanlah kamu dimuka bumi, maka kamu akan mengetahui kekuasaanKU bagi orang-orang yang berpikir”.
Dari arti ayat Al Qur’an tersebut
yang perlu diperhatikan adalah kata-kata ‘berjalan-jalan di muka bumi’ dan
‘bagi orang-orang yang berpikir’. Apakah maksud kata-kata itu? Ternyata
kata-kata itu bermaksud bahwa semua yang ada di muka bumi ini, apakah itu
hewan, tumbuhan, gunung, sungai, awan, langit, dan masih banyak lagi adalah
merupakan kekuasaan GUSTI ALLAH. Demikian pula dengan manusia. GUSTI ALLAH
menyempurnakan kehidupan manusia sebagai makhluk paling mulia di muka bumi.
Sedangkan kata-kata ‘bagi
orang-orang yang berpikir’, merupakan sindiran dari GUSTI ALLAH kepada kita
manusia. Artinya, apakah kita termasuk orang-orang yang berpikir dan
menggunakan otak kita untuk memahami kekuasaan GUSTI ALLAH atau tidak. Atau
malah pikiran kita yang buta dan termasuk orang yang tidak berpikir tentang
kekuasaan GUSTI ALLAH.
Sebagai makhluk mulia, seharusnya
kita yang dibekali dengan pikiran dan akal sehat harusnya menggunakan pikiran
dan akal sehat itu untuk meneliti, mempelajari, setelah itu, memuji kehebatan
ciptaan GUSTI ALLAH, selanjutnya adalah Manembah (menyembah) GUSTI ALLAH dengan
penuh keyakinan.
Coba Anda perhatikan, Dalam surat Al
Qur’an juga disebutkan bahwa dalam penciptaan Siti Hawa, GUSTI ALLAH mengambil
salah satu tulang rusuk Nabi Adam. Apa buktinya? Ternyata kita bisa
membuktikannya lewat hasil rongent antara seorang laki-laki dan perempuan.
Tulang rusuk laki-laki jumlahnya 9, sedangkan tulang rusuk perempuan berjumlah
10. Bukankah itu tanda-tanda yang cukup jelas bagi orang-orang yang berpikir?
Coba Anda pelajari tumbuh-tumbuhan.
Tumbuh-tumbuhan itu daunnya berwarna hijau ketika masih muda, lalu mulai berubah
hijau kekuningan, dan berlanjut menjadi kuning kemudian rontok. Apa yang bisa
kita pelajari dari situ? Ternyata kita manusia ini juga mengalami proses hidup
layaknya tumbuh-tumbuhan, dari muda (hijau), remaja dan dewasa (hijau
kekuningan) dan masa tua (kuning), kemudian mati (rontok).
Dari berbagai contoh di atas,
setidaknya menjadi pertimbangan bagi Anda semua. Bahkan yang dipikirkan di
dunia ini tidak melulu hanya harta dunia yang tidak kekal saja. Tetapi juga
memikirkan ciptaan GUSTI ALLAH.
Coba Anda lebih banyak memikirkan
makhluk-makhluk ciptaan GUSTI ALLAH yang ada di muka bumi. Pasti! Anda akan
menjadi lebih dekat dengan sang Pencipta. Tidak ada Tuhan selain GUSTI ALLAH
semata
Komentar
Posting Komentar